Friday, October 27, 2006

 

“AKU SEMPAT MENITIKKAN AIR MATA”

Aku seorang gadis yang bekerja di daerah Tambak Sawah, sebut saja namaku “X”. Ingin aku berbagi cerita sehingga aku sampai menjadi buruh di Sidoarjo. Mungkin nasibku mirip dengan nasib buruh pada umumnya.

Waktu aku masih duduk di bangku SMU, terlintas di benakku betapa enak dan senangnya teman-temanku yang bekerja di kota. Penampilan mereka berubah dari segi pakaian dan dandanannya. Aku pun bertanya-tanya, jenis pekerjaan apa yang digelutinya dan berapa gaji yang diterimanya ? Tapi sering aku mendengar bahwa perempuan yang bekerja di pabrik punya citra yang tidak dapat diterima masyarakat pada umumnya. Aku tak tahu pada sudut pandang mana mereka menilainya.

Ujian SMU telah aku jalani dan aku bingung terhadap apa yang harus aku lakukan. Semua temanku bingung untuk mencari sekolah sedangkan aku tidak. Bukan aku tak mampu melanjutkan sekolah itu, tapi karena ayahku seudah tak sanggup untuk membiayai. Apalagi administrasi yang harus aku bayar di bangku SMU baru bisa terlunasi usai ujian. Aku bingung, aku tak bisa menerima keputusan orang tuaku yang tak memberi kesempatan untuk menimba ilmu yang lebih tinggi lagi. Alasan yang ia kemukakan masuk akal juga “ saudaraku banyak dan mereka juga memerlukan biaya yang tidak sedikit, setidaknya sampai tingkat SMU sepertiku”. Akhirnya di sela kegalauan hatiku, ada seseorang yang menawarkan kerja di Sidoarjo. Tanpa pikir panjang aku pun mengiyakan. Dengan berbekal surat-surat yang disarankan untuk melamar, aku pun berangkat bersamanya. Keraguan sempat terbersit di benakku mana kala aku diajaknya naik bis jurusan Surabaya, tetapi melalui jalur lain yang biasanya tidak aku lalui. Hatikupun lega setelah akhirnya aku sampai di terminal Surabaya.

Aku pun diajaknya ke desa Gedangan dan langsung dicarikan kost. Dalam keraguan dan ketidaktahuan apa yang mesti aku lakukan, aku turuti saja sarannya. Sebelum dia pergi beranjak meninggalkanku, iapun meminta uang sebesar Rp 20.000,-. Bagai kerbau ditusuk hidungnya aku langsung memberi. Padahal semula aku tidak mengira ia akan minta uang imbalan. Belum lagi terobati kecemasan hati, Bapak pemilik kost datang padaku untuk meminta uang kost. Aku pun baru tahu bahwa pembayaran kost dilakukan ketika penghuni mulai menempatinya. Maklum inilah pertama kalinya aku kost. Malam itu pun aku terasa sangat panjang sebab aku membayangkan betapa sulitnya aku menjalani hidup ini. Waktu yang seharusnya aku gunakan untuk istirahat setelah perjalanan jauh, ternyata sangat menyiksa batinku.

Pagi pun tiba, kulangkahkan kakiku menuju ke perusahaan yang ditunjukkan olehnya dengan penuh harapan bahwa aku harus diterima di perusahaan tersebut apa pun keadaannya. Ucap syukurku terlontar dari mulutku karena aku diterima di perusahaan yang memproduksi peleg bagian baut.

Persaingan memang ketat antar buruh. Sering dan bukan cerita lagi jika aku harus bertengkar lagi jika aku harus bertengkar dengan buruh yang bekerja sudah agak lama.

Penghasilan yang aku terima didasarkan pada jumlah barang yang aku hasilkan. Meskipun demikian aku tak pernah dapat memenuhi target. Total uang yang aku peroleh per minggunya Rp 6000,-. Padahal UMR pada saat itu Rp 2.250,- per hari, tetapi perusahaan yang kutempati menerapkan sistem borongan dan tidak mendasarkan pada sistem pengupahan yang ada. Hanya ada sedikit kebaikan dari perusahaan yaitu ada makan siang sekali. Aku harus berangkat pukul 08.00 dan pulang pukul 16.00. Satu bulan aku bertahan di perusahaan tersebut.

Keinginanku berubah ketika aku melihat tetangga kostku yang bekerja di pabrik sepatu. Aku pun ingin melamar di perusahaan tersebut. Kucoba mengumpulkan syarat-syarat untuk melamar, tapi apa yang aku lihat tidak lagi tampak. Perusahaan yang di waktu malam kelihatan kokoh dan megah sekarang jadi lautan manusia karena banyaknya pelamar yang datang menyerbu perusahaan itu. Mereka saling berebut untuk memasukkan lamaran. Tak ada hasil yang aku dapatkan. Dengan sisa keputusasaanku kulangkahkan kakiku menuju tempat kost. Cari sana, cari sini, akhirnya aku memperoleh informasi bahwa perusahaan yangmempeproduksi plastik butuh buruh baru dengan syarat ijazah yang dapat dipakai untuk melamar paling tinggi SMP. Sempat aku berpikir kenapa hanya ijazah SMP saja yang dapat diterima ? Didasari niat yang sudah bulat aku melamar di perusahaan tersebut, dan akhirnya aku diterima.

Senin adalah hari pertama aku masuk kerja. Pagi sekali aku sudah berangkat. Maklum aku buruh baru. Setelah peluit tanda bahwa buruh harus segera bekerja, kulangkahkan kakiku ke perusahaan itu. Tepat pukul 09.00,karena menahan hawa panas yang aku rasakan akhirnya akupun tak sadarkan diri. Kemudian temanku mengantarkan aku pulang dan besuk aku langsung disuruhnya masuk kerja pukul 19.00 dan pulang pukul 07.00. Kerjaku hari pertama tidak diperhitungkan maka tidak digaji. Ini adalah pengalaman pertamaku kerja dengan sistem shift. Meski kantuk mengiringi kerjaku, tetapi kerjaku tetap aku jalani. Tepat dua minggu aku kerja, aku menerima hakku. Gajian inilah buah dari kerjaku. Rp. 30.000,- uang yang aku terima. Pada waktu itu tahun1993, aku tahu perusahan harus mutlak melaksanakan Kepmen No. 50/1992 tentang UMR sebesar Rp. 2.250,- per hari. Tapi yang aku terima hanya Rp 2. 500,-per hari, itupun harus aku ganti dengan kerja selama 10 jam dan itu sudah merupakan total gajiku. Kutanyakan pada teman-temanku apakah mereka tahu tentang perhitungan gaji tersebut. Tapi apa jawaban mereka, “sudah untung mBak kita digaji Rp 2500,- karena banyak perusahaan yang menggaji buruhnya lebih kecil dari kita”. Aku mulai berpikir inilah alasan perusahaan yang menerima buruh baru dengan mempergunakan ijazah SMP. Karena merasa dibohongi perusahaan, aku pun melamar di perusahaan sepatu yang kebanyakan stafnya orang Taiwan.

Juni 1993 awal mula aku bekerja di perusahaan tersebut. Meski tidak banyak perubahan yang aku rasakan, tetapi masih mendingan. Di tempat kerjaku tersebut aku harus masuk kerja pukul 07.00 dan pulang pukul 14.30. Itu pun kalau tidak lembur. Jika harus masuk shift berangkat pukul 14.30 dan pulang pukul 22.00. Kerja hari pertama aku langsung pulang pukul 17.30. Tepat pukul 12.00 aku sempat menitikkan air mata, kami saling berebut kardus serta nasi bungkus. Sehabis makan kami semua membaringkan badan untuk mengurangi kepenatan kami setelah bekerja selama lima jam. Meski istirahat yang kami lakukan hanya 30 menit, itu sudah bisa mengurangi rasa lelah kami. Setelah istirahat usai kami pun harus memulai kerja lagi untuk mendapatkan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Di tempat kerjaku yang terakhir ini aku dapat bertahan sampai lebih kurang selama tujuh tahun. Keadaan tidak banyak memberikan harapan, tapi itulah yang harus aku terima……….!!!


Comments: Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?