Friday, September 08, 2006

 

Buruh Manusia Bermartabat


Upah adalah bentuk penghargaan bagi buruh dalam bekerja. Upah selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, juga untuk mengembangkan kepribadian buruh sebagai manusia yang bermartabat. Melalui upah, buruh dapat berekreasi untuk melepaskan kepenatan, dapat merawat tubuh bila sakit, menambah pengetahuan melalui pendidikan atau kursus, dan menabung untuk tempat tinggal atau jaminan hari tua.

Upah yang layak tersebut menjadi syarat mutlak yang harus diterima oleh buruh. Laba yang diperoleh oleh perusahaan, seharusnya dapat dinikmati secara adil antara buruh dan pengusaha, karena relasi antara buruh dan pengusaha adalah sejajar dan mitra dalam bekerja. Buruh tidak sama dengan mesin atau pun alat produksi. Buruh adalah manusia sepenuhnya yang memiliki martabat dan hak yang sama atas hasil produksi, sama dengan pengusaha.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan jauh berbeda. Buruh diperlakukan oleh pengusaha tidak ada bedanya dengan mesin. Tenaga fisik dan pikiran / kreatifitas buruh diperas sedemikian rupa, hanya untuk bekerja dan bekerja, menghasilkan barang produksi, namun diupah sangat murah dan jauh dari kepenuhan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Belum lagi, kondisi ini diperparah dengan kenaikan BBM. Segala sesuatu menjadi sulit dan mahal. Lagi-lagi buruh harus mengencangkan ikat pinggang.

Di tengah kondisi yang menghimpit, gubernur Imam Utomo, mengeluarkan surat keputusan tentang upah propinsi Jawa Timur. Untuk Surabaya, UMK ditentukan Rp. 655.250,00. Angka yang tidak manusiawi bagi buruh di tengah mahalnya kebutuhan hidup. Jumlah itu pun masih jauh dibawah dari hasil survey Komisi Pengupahan, yaitu Rp. 716.000,00 ditambah inflasi 13%.

Mengapa keadaan ini bias terjadi ? Jawabnya tentu tidak akan pernah jauh dari keserakahan sekelompok kecil manusia, yaitu pemerintah dan pengusaha yang menghendaki kekayaan dan kekuasaan sepenuhnya atas bumi tempat kita tinggal. Nilai-nilai kemanusian secara halus dan terang-terangan dihilangkan. Manusia yang lemah sengaja dibuat lemah, sehingga tidak berdaya. Di dalam mengeksploitasi buruh tersebut, buruh dibuat semakin bodoh oleh tayangan-tayangan televise yang meninabobokan dan membuat kita bermimpi. Di tengah kelelahan kita bekerja, kita disuguhi sinetron yang menyita emosi dan perhatian kita, membuat kita malas untuk berpikir dan beraktivitas lain, karena merasa saying kehilangan jalan cerita. Sepakbola-sepakbola yang membuat kita bersemangat, membuat kita lupa sejenak atas kelelahan kita, malah taruhan uang yang terjadi, membuat kita kecanduan dan meringis ketika kalah.

Penindasan terhadap buruh, memang tidak secara nyata dan kasar kita rasakan, seperti jaman penjajahan Belanda dahulu. Justru penindasan dibuat sedemikian hingga kita tidak merasakannya, seolah-olah itu semua adalah takdir, seolah-olah memang hal tersebut terjadi karena kondisi jaman yang memang sulit, sehingga kita hanya jatuh terpekur merenungi dan berkeluh kesah menahan sulitnya hidup.

Bukankah, ketika kawan-kawan merasa stress dan tertekan akan kondisi saat ini, kawan-kawan akan memilih kegiatan yang meringankan pusing kepala dan santai ? Saya yakin, jawabnya iya. Dan saya yakin pula, berarti penghisapan dan penjinakkan penindas telah berhasil masuk ke dalam sumsum dan nadi kita.

Kita dibuat seolah-olah tidak berdaya, kita dibuat semakin penat bila kita memikirkan bagaimana cara merubah kondisi ini, kita dibuat pusing bila harus belajar dan membaca buku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kita merasa jengkel, karena ketika kita memiliki keinginan untuk melawan, namun musuh yang dihadapi begitu kuat. Kita bahkan juga jengkel, ketika KPK atau serikat buruh hanya bias berkata-kata untuk Bangkit dan Bergerak, Sadar dan Sadar. Kita terjatuh pada keinginan instant : bantuan siap pakai, makanan siap pangan, atau uang. Kita menjadi bermental lemah!

Terus, apa yang bias kita lakukan ? Buruh lelah ! kita semua paham, bahwa buruh lelah dan tertekan. Namun siapa yang akan dan mampu mengubah kondisi ini kalau bukan buruh sendiri ? Memimpikan pahlawan datang adalah pekerjaan sia-sia yang akan menemani kita dalam kehidupan yang semakin sulit dan menjadikan kita seperti bukan manusia lagi.

Sudah saatnya, buruh bangkit bersama. Bersama-sama memulai dari yang sulit ini untuk belajar, menambah pengetahuan, dan memperluas persaudaraan dengan buruh lain. Kebodohan kita, kemalasan kita, ketidakbedayaan kita, adalah makanan empuk bagi manusia serakah untuk memanfaatkan kita. Mari bangun, terus mencoba untuk berdiri ketika jatuh, kita berjuang tidak sendirian. Mungkin tidak saat ini kita merasakan hasilnya, tapi yakinlah anak cucu kita pasti akan hidup lebih baik dari saat ini. Hidup Buruh !! (Kobar KPK)

Comments: Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?